Sabtu, 28 Maret 2009

ngapdet blog

Waaaah.. udah lama banget nggak ngapdet blognya nih..... lagi sok sibuk hehe.. sering ke luar kota. Mau tau kemana aja ?? (ge er banget :D)
mau tauuu aja.........
belum ada ide nih mau posting tentang apa.. ada saran/masukan buat blog ini nggak?? kalo ada, langsung aja klik dan ketik di komentar. OK?!

Jumat, 20 Maret 2009

Gula Pasir

Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Allah yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirop.
Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma menyebut, "Ini teh manis." Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.
Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan 'kopi gula pasir'. Melainkan, kopi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti.
Gula pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan. Ia cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda sekali dengan sirop.
Dari segi eksistensi, sirop tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, "Ini es sirop." Bukan es manis. Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, "Es sirop mangga, es sirop lemon, kokopandan, " dan seterusnya.
Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirop, "Andai aku seperti kamu." ***


Sosok gula pasir dan sirop merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk umat. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir.
Kalau saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirop dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir. Kalau saja para pegiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, "Andai aku seperti sirop!" (MN)

Rabu, 18 Maret 2009

AS dan Barat Khawatirkan Kebangkitan Bank Syariah

Di tengah himpitan ekonomi yang menggila, AS diam-diam mengkhawatirkan kebangkitan ekonomi syari’ah di negara itu. Berbeda dengan bank-bank konvensional, bank syari’ah sedikit sekali terkena imbas dari krisis ekonomi global. Tak pelak kaum kapitalisme di AS dan Barat menganggap bank syari'ah mengancam kondisi ekonomi dan keberadaan bank konvensional di negara-negara mereka.

Saat ini, investasi bank syari'ah di AS telah mencapai $800 juta, jumlah yang sangat besar untuk ukuran bank-bank yang baru bermain di negara ini dalam waktu kurang dari lima tahun belakangan. Saat ini pun bank syari'ah nyata dibanjiri oleh kostumer yang mempercayakan menyimpan uangnya. Masyarakat Barat dan AS merasa menyimpan uang di bank syari'ah lebih aman dan bank syari'ah terbukti tidak terkena likuiditas .

Stephen Amos, pejabat di Bank Islam Inggris menyebutkan bahwa kostumer bank syari'ah sekarang bukan hanya berasal dari orang Muslim saja, tapi juga dari mereka yang berasal dari non-Muslim. Sedangkan menurut Azizul Haq, seorang ekonom Islam asal Bangladesh, "Bank Islam adalah solusi efektif dari krisisk keuangan sepanjang zaman."

Saat ini, paling sedikit ada 300 bank syari'ah di seluruh dunia. Para pengamat ekonomi memprediksikan di tahun 2013, aset bank syari'ah akan mencapai trilyunan dolar. Bagaimana dengan bank konvensional? Tampaknya sistem riba akan semakin ditinggalkan karena sudah terbukti berulang kali gagal dan membuat krisis di seluruh dunia.
(kutipan dari www.eramuslim.com)

Selasa, 17 Maret 2009

peak

Para pegiat kebaikan paham betul kalau jalan hidup bukan sekadar ujian dan cobaan. Tapi juga perjuangan. Perjuangan agar bisa memberi dengan nilai yang paling tinggi.
Namun, di saat-saat lelah, segala kemungkinan bisa terjadi. Kalau cuma fisik yang lelah, langkah masih bisa diayunkan, walaupun lambat.
Tapi jika hati yang letih, bunga-bunga yang lemah pun bisa memperdaya.
Itu pun masih belum cukup. Karena di saat lelah, orang kerap menoleh ke bawah. Ia pun dibuai fatamorgana prestasi, "Ah, ternyata aku sudah begitu tinggi mendaki!" Padahal, puncak yang ia tuju masih sangat jauh.

ikut nggak ...??

mmm.. mau stay di kantor ato onsite ato ikut rapat umum ... ato pulang aja yaa ?? hehehe...

Jumat, 13 Maret 2009

Learn more about ....

Kindness is the act or the state of being kind and marked by charitable behaviour, marked by mild disposition, pleasantness, tenderness and concern for others.

Empathy is the capacity to share and understand another's emotion and feelings. It is often characterized as the ability to "put oneself into another's shoes", or in some way experience what the other person is feeling. Empathy does not necessarily imply compassion, sympathy or empathic concern because this capacity can be present in context of compassionate or cruel behavior.

Sympathy is a social affinity in which one person stands with another person, closely understanding his or her feelings. The psychological state of sympathy is closely linked with that of compassion, empathy and empathic concern. Although empathy and sympathy are often used interchangeably, a subtle variation in ordinary usage can be detected.
To empathize is to respond to another's perceived emotional state by experiencing feelings of a similar sort. Sympathy not only includes empathizing (but not always), but also entails having a positive regard or a non- fleeting concern for the other person.

Compassion is a profound human emotion prompted by the pain of others. More vigorous than empathy, the feeling commonly gives rise to an active desire to alleviate another's suffering.

An emotion is a mental and physiological state associated with a wide variety of feelings, thoughts, and behavior. Emotions are subjective experiences, or experienced from an individual point of view. Emotion is often associated with mood, temperament, personality, and disposition.

Rabu, 11 Maret 2009

back to normal

........ it back to normal ............ start to forget ????

Menunggu

Di suatu tempat di tepian sungai, seorang pemuda memandangi seorang pemancing tua. Sambil duduk beralas daun pisang, Pak Tua begitu menikmati kegiatan memancing. Ia pegang gagang pancingan dengan begitu mantap. Sesekali, tangannya membenahi posisi topi agar wajahnya tak tersorot terik sinar matahari. Sambil bersiul, ia sapu hijaunya pemandangan sekitar sungai.
Sang pemuda terus memandangi si pemancing tua. "Aneh?" ucapnya membatin. Tanpa sadar, satu jam sudah perhatiannya tersita buat Pak Tua. Tujuannya ke pasar nyaris terlupakan. "Bagaimana mungkin orang setua dia bisa tahan berjam-jam hanya karena satu dua ikan?" gumamnya kemudian.
"Belum dapat, Pak?" ucap si pemuda sambil melangkah menghampiri Pak Tua. Yang disapa menoleh, dan langsung senyum. "Belum," jawabnya pendek. Pandangannya beralih ke si pemuda sesaat, kemudian kembali lagi ke arah genangan sungai. Air berwarna kecoklatan itu seperti kumpulan bunga-bunga yang begitu indah di mata Pak Tua. Ia tetap tak beranjak.
"Sudah berapa lama Bapak menunggu?" tanya si pemuda sambil ikut memandang ke aliran sungai. Pelampung yang menjadi tanda Pak Tua terlihat tak memberikan tanda-tanda apa pun. Tetap tenang.
"Baru tiga jam," jawab Pak Tua ringan. Sesekali, siulannya menendangkan nada-nada tertentu. "Ada apa, Anak Muda?" tiba-tiba Pak Tua balik tanya. Si Pemuda berusaha tenang. "Bagaimana Bapak bisa sesabar itu menunggu ikan?" tanyanya agak hati-hati.
"Anak Muda," suara Pak Tua agak parau. "Dalam memancing, jangan melulu menatap pelampung. Karena kau akan cepat jenuh. Pandangi alam sekitar sini. Dengarkan dendang burung yang membentuk irama begitu merdu. Rasakan belaian angin sepoi-sepoi yang bertiup dari sela-sela pepohonan. Nikmatilah, kau akan nyaman menunggu!" ucap Pak Tua tenang. Dan ia pun kembali bersiul. **

Tak ada kegiatan yang paling membosankan selain menunggu. Padahal, hidup adalah kegiatan menunggu. Orang tua menunggu tumbuh kembang anak-anaknya. Rakyat menunggu kebijakan pemerintahnya. Pemuda menunggu jodohnya. Pegawai menunggu akhir bulannya. Semua menunggu.
Namun, jangan terlalu serius menatap 'pelampung' yang ditunggu. Karena energi kesabaran akan cepat terkuras habis. Kenapa tidak mencoba untuk menikmati suara merdu pergantian detak jarum penantian, angin sepoi-sepoi pergantian siang dan malam, dan permainan seribu satu pengharapan.
Nikmatilah! Insya Allah, menunggu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti memandang taman indah di tepian sungai.

Minggu, 08 Maret 2009

P O L O S

Lembaran kertas putih merasa tak nyaman ketika baru saja keluar dari pabrik. Ia merasa bingung dengan kenyataan dirinya. Tidak ada garis, tulisan, atau warna apa pun kecuali putih. Tapi, wujudnya berbentuk buku seperti yang lain.
“Kok aku beda?” tanya si buku polos ke lembaran buku tulis yang lain. “Beda?” sergah salah satu buku tulis bergaris. “Iya. Coba perhatikan, kamu tercetak dengan garis-garis teratur. Ada yang kotak-kotak. Yang lainnya lagi bahkan ada yang tertulis dengan huruf berwarna disertai kartun lucu,” ucap buku polos bersemangat. “Sementara aku? Boro-boro kartun lucu, satu garis pun tak ada yang hinggap!” tambah si buku polos menggugat.
“Jadi, kamu tak terima?” tanya buku bergaris teratur, lembut. “Tentu saja! Ini tidak adil!” sergah si buku polos begitu spontan.
Semua terdiam. Semua jenis buku tulis mulai ambil jarak dengan buku polos. Mereka khawatir kalau ketidakpuasan bukan sekadar gugatan, tapi berubah jadi tindakan. Hingga...
Seorang anak manusia mengambil buku polos dengan tangan kecilnya. Lembaran buku tak bergaris dan berwarna itu pun dipandangi sang anak begitu tajam. Entah apa yang dilakukan, beberapa menit kemudian, buku polos itu tak lagi putih sepi. Ia sudah berubah menjadi halaman penuh warna. Ada goresan merah, hijau, biru, kuning, dan berbagai perpaduan warna lain.
Ketika buku itu ditinggalkan sang anak, beberapa buku lain datang menghampiri. Semua terperanjat. Karena lembaran yang semula polos, kini berubah menjadi bentuk lukisan penuh warna. “Aih indahnya!” gumam semua buku tulis begitu kagum.
Saat itulah, sang buku polos sadar. Selama ini, ia salah. Kepolosannya tanpa garis bukan bentuk penghinaan terhadap dirinya. Bukan juga ketidakadilan. Tapi, karena ia akan menjadi wadah berbagai goresan warna seni yang akan membentuk karya indah. “Ah, aku ternyata buku gambar!” ucap si buku polos akhirnya. **
Hidup ini penuh warna. Hampir tak ada yang sama pada ciptaan Allah. Walaupun, masih sama-sama manusia. Ada yang kaya, cukup, dan kurang. Ada yang cantik, tampan; ada pula yang biasa saja. Ada yang berhasil dan sukses, tidak sedikit yang merasa gagal.
Tidak jarang, seorang anak manusia mengambil pandangan dari sudut yang sempit. Bahwa, kegagalan adalah sebuah ketidakberdayaan. Bahwa, belum tampaknya peluang-peluang berkarya adalah ketidakadilan. Hingga, jauhnya jodoh buat para lajang merupakan sebuah hukuman.
Cermati dan pelajari. Karena boleh jadi, di balik kegagalan ada rahasia kesuksesan. Di balik sempitnya peluang, ada ujian kemampuan. Di balik lajang yang berkepanjangan, ada pendidikan kemandirian. Dan di balik kertas polos, ada peluang warna-warni keindahan goresan kehidupan. (muhammadnuh@eramuslim.com)